Sebagai seorang pengusaha, tentu tak akan lepas dari regulasi pajak yang berlaku di Indonesia. Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah salah satu pajak yang paling akrab dengan pengusaha. Untuk itu, Anda perlu paham benar serba-serbi terkait pajak yang satu ini.
Nah agar Anda tidak kekurangan informasi seputar Pajak Pertambahan Nilai, maka Anda bisa simak artikel singkat kali ini. Memang tidak kemudian menyeluruh membahas semua hal yang terkait PPN. Namun secara garis besar, dapat memberikan pemahaman dasar terkait PPN dan regulasinya.
Pertama, Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai?
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah satu jenis pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri, oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, atau Wajib Pajak Pemerintah. Untuk pembayarannya, wajib pajak tidak langsung menyetorkan pada negara, namun bisa melalui pihak yang melakukan pemotongan atau pemungutan PPN.
Sifat dari pajak ini adalah objektif, tidak kumulatif, dan masuk dalam jenis pajak tidak langsung. Untuk subjek pajaknya sendiri adalah Pengusaha Kena Pajak (wajib memungut PPN) dan Non Pengusaha Kena Pajak (tidak bisa memungut PPN).
Regulasi Resmi yang Mengatur PPN
Berbicara mengenai pajak tak akan lewat dari peraturan atau regulasi yang mengaturnya. Jika ditilik dalam UU terkait perpajakan, ada beberapa regulasi yang bisa dikatakan membahas Pajak Pertambahan Nilai.
- UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM yang disahkan pada 1 April 1985.
- UU Nomor 18 Tahun 2000 sebagai perubahan kedua atas UU Nomor 8 Tahun 1983.
- UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM. UU ini hadir untuk melengkapi UU sebelumnya, sehingga tercipta keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat, serta agar tercipta sistem perpajakan yang lebih sederhana.
- UU Nomor 11 Tahun 2000 tentang Cipta Kerja, hadir sebagai ketentuan baru, namun beberapa bagian dari UU Nomor 42 Tahun 2009 masih berlaku.
- UU HP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Regulasi ini disusun sedemikian rupa agar dapat menciptakan ekosistem industri dan sistem perpajakan yang jelas, adil, dan mengakomodir kepentingan semua pihak.
Mekanisme PPN yang Berlaku di Indonesia
Untuk mekanisme PPN yang berlaku di Indonesia, sebenarnya terbilang cukup sederhana. Karena PPN adalah jenis pajak yang harus dibayar, maka secara singkat mekanismenya adalah sebagai berikut.
- PKP yang melakukan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli atau penerima komoditas tersebut. PKP juga wajib membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan.
- PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual komoditas, sifatnya wajib dibayar atau utang pajak.
- Saat PKP melakukan pembelian atau perolehan komoditas kena pajak yang dikenakan PPN yang merupakan Pajak Masukan yang sifatnya pajak yang dibayar di muka, sepanjang komoditas yang dibeli berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.
- Untuk setiap Masa Pajak, jika jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama pada akhir periode atau akhir bulan selanjutnya setelah Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Jika yang terjadi sebaliknya, maka selisih dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya. Hal ini hanya dapat dilakukan pada akhir tahun buku, dan hanya bisa dilakukan oleh PKP yang disebutkan oleh Pasal 9 Ayat 4b UU Nomor 42 Tahun 2009.
- PKP tersebut wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pajak Pratama terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Objek Pajak, Dasar Pengenaan Pajak, dan Tarif PPN Baru
Secara singkat akan dibahas terkait tiga topik pada sub judul di atas.
Objek Pajak PPN
Objek pajak PPN adalah semua kategori barang yang dikenakan pajak ini, dan wajib menyertakan pemungutan pajak dalam transaksinya. Antara lain adalah sebagai berikut.1
- Penyerahan BKP dan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan pengusaha.
- Impor BKP.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Ekspor BKP berwujud atau tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP.
- Kegiatan membangun sendiri, bangunan dengan luas lebih dari 200 meter persegi yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh wajib pajak orang pribadi badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
- Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
Ada pula objek pajak negatif, yang artinya tidak dikenakan PPN. Objek pajak ini disebut dengan negative list.
Dasar Pengenaan Pajak
Setidaknya ada 5 hal yang jadi dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dasar pengenaan PPN adalah sebagai berikut.
- Nilai Impor
- Penggantian
- Harga Jual
- Nilai ekspor
- Nilai lain (untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah harga jual, untuk pengimporan BKP maka DPP-nya adalah nilai impor, untuk pengeksporan BKP maka dpp-nya adalah nilai ekspor)
Tarif Pajak Pertambahan Nilai Terbaru
Jika sebelumnya PPN dipukul rata berjumlah 10%, maka pada tahun 2022 ini tarif yang diberlakukan adalah 11% (tepatnya pada 1 April 2022), dan direncanakan akan menjadi 12 % paling lambat 1 Januari 2025. Hal ini tertuang dalam peraturan terbaru.
Karena PPN adalah salah satu pajak yang bersifat fundamental dalam industri, maka sebagai pengusaha Anda wajib paham setidaknya untuk pengetahuan dasarnya.
RUN System dengan Sales & Distribution Management
Sebenarnya dengan kehadiran RUN System, perusahaan Anda bisa mendapatkan banyak kemudahan. Perhitungan PPN adalah hal penting, maka jadi satu poin yang tak boleh dilewatkan. Dengan Sales & Distribution Management, perhitungannya akan bisa diatur secara otomatis dalam transaksi. Segera gunakan RUN System, dan maksimalkan semua fiturnya!